"Asalkan dia tidak keras hati sepertimu" kata kakak saya suatu hari dalam obrolan singkat kami via BBM. Dalam bahasa melayu kami, keras hati = keras kepala. Kata - kata kakak saya ini cukup membekas, karena saya sama sekali tidak merasa sebagai orang yang keras kepala. Oh, begitukah selama ini saya dimata mereka?
Bagi keluarga saya, saya ini keras kepala dan sulit diatur. Tapi bukan lah masalah utama dalam keluarga kami, karena selama ini saya tidak membuat satu masalah pun untuk keluarga. Malah menjadi bagian dari kebanggaan mereka. Tapi, benarkah saya ini keras kepala? Saya masih bertanya - tanya dalam hati sambil mengingat bagaimana dulu Mama berusaha keras menjadikan saya PNS dan membuat saya kembali ke rumah dengan beragam cara. Akhirnya, beliau menyerah dan mengikhlaskan apapun keputusan yang saya ambil untuk masa depan. Keputusan apa pun yang saya ambil, sudah saya pertimbangkan baik dan buruknya dan tentu saya selalu melibatkanNya dalam istikharah. Jadi, apapun hasilnya, saya tidak pernah menyesali keputusan itu.
Sola rencana masa depan, memang saya tidak terlalu terbuka dengan keluarga. Karena itu sama saja menyerahkan diri untuk menerima ceramah dari seisi anggota keluarga secara privat. Mendengar hal serupa dari 5 (lima) orang yang berbeda itu, sangat melelahkan. Saya mengerti, mereka melakukan itu karena sayang mereka kepada saya. Pertimbangan orang tua biasanya pertimbangan jangka panjang dan biasanya benar, tapi tidak selalu benar. Tapi mereka tidak melihat dengan mata saya, tidak berjalan dengan kaki saya, merasa dengan hati saya dan juga tidak berada dalam bidang yang saya dalami. Jadi, bila topik tentang rencana masa depan saya dibahas dalam keluarga, saya selalu berada dalam 'defense mode' . Dan biasanya, tidak ada yang mampu meruntuhkan pertahanan saya. Saya selalu menutup pembicaraan bertema masa depan ini dengan kalimat: "percayalah, saya tidak akan sebodoh itu merusak hidup saya sendiri". Entah karena bosan atau lelah, saya sekarang diberikan kepercayaan penuh, atas apapun pilihan saya. Kata Kakak saya; "Percuma berdebat denganmu, selalu punya argumen yang sulit diruntuhkan". Atas kata - katanya itu, saya melihat diri saya lagi. "Oh ya?"
Saya tidak pernah menemukan diri saya sebagai orang yang menyenangi perdebatan dan bisa mepertahankan argumen. Juga tidak pernah merasa sebagai orang yang keras kepala. Saya kira saya ini fleksibel dan plegmatis. Entah kenapa kakak saya berpendapat lain.
-tiech-
0 komentar:
Post a Comment
thanks for the comment.
don't forget to write your name :).
have a nice day blogger.