Sudah lama aku tidak meminum kafein. Bukan karena apa-apa, hanya saja amandel meradang dan pada banyak kesempatan aku tidak begitu sehat untuk menegak kopi. Tapi hari ini aku meminum dua gelas. Keduanya kopi hitam, terakhir aku minta tambahan double shots espresso. Alhasil, selelah-lelahnya aku hari ini, mataku masih terjaga hingga pukul dua dini hari.
Begitu banyak pekerjaan yang sedang menumpuk dan menjadi beban pikiranku. Beberapa pekerjaan membuatku bertanya-tanya, mengapa aku bekerja sekuat dan serajin ini? Aku sedang tidak ingin membuat siapa pun terkesan. Hanya saja aku terbiasa dengan kesibukan. Tanpa kesibukan aku rasanya bisa menjadi gila dan tenggelam dalam kesepian yang mendalam.
Bukankah masih ada kedua orang tua? Ya, aku sangat bersyukur masih mereka dampingi di dunia ini. Kalau dulu masih suka aku bercerita pada keduanya. Kini aku memilih mengatupkan rapat-rpaat mulutku. Tidak ingin di usia senja ini mereka mengkhawatirkan hidupku. Hidup anaknya yang penuh masalah dan berantakan sekali.
Malam semakin dalam menyalakan sunyinya. Dalam hening ini aku mencoba menemukan diriku sendiri. Mencari-cari aku yang tergulung dalam kesibukan yang entah mengarah pada jalan hidupku yang mana. Kesibukan yang begitu acak dalam 6 tahun pertama di periode usia tiga puluhku.
Tiba-tiba aku berpikir, kenapa waktu begitu cepat berlari? Rasanya baru saja aku menulis resolusi dan kontrak hidupku di usia 30, kini, hanya beberapa tahun lagi, usiaku masuk kepala empat.
Apa yang berbeda dariku? Apa yang berbeda dari aku yang berusia dua puluh? Kehidupan seperti apa yang akan aku hadapi di empat puluh? Mampukan aku memeluk proses penuaanku dengan penuh cinta dan kasih pada diri sendiri?
Apa yang sudah aku lakukan dalam puluhan tahun hidup sebagai manusia dewasa? Dosa atau amal baikkah yang aku tabung selama hidupku? Aku ingin mendapatkan kesudahan dan akhir hidup yang terbaik. Aku tidak ingin di akhirat kelak menyesali semua waktu yang tidak kugunakan dengan baik untuk bekal akhiratku.
Menikah? Tentu aku ingin. Sungguhpun aku bisa mandiri, namun hidup seorang diri sungguh sepi. Walau dalam banyak waktu aku menikmati sendiri dan ruang pribadi, namun pada banyak hal akupun ingin berbagi dengan pasanganku. Tapi, keinginan itu tidak lagi menjadi harapan yang kuidam-idamkan seperti aku dua puluh dahulu. S
Aku hanya ingin hidup berarti dan menjalaninya sebaik-baiknya. Apa yang akan wariskan pada dunia ini? Apa yang akan menjadi bekalku nanti di hari akhir,
Semuanya adalah pekerjaan yang menanntang diri. Tapi, aku yakin Allah menciptakanku menjadi kuat. Dan ia memberikan takdir yang bagiNYa mampu aku jalani.